Kementan: Harga Cabai dan Bawang Merah Stabil

Share:

Jakarta— Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan harga komoditas pangan, khususnya cabai dan bawang merah, relatif terjaga pada Selasa (31/10/2017).

"Berdasarkan data berbagai sentra di sejumlah daerah, harga cabai dan bawang merah masih stabil dan cenderung menurun dibanding pekan lalu," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono, di Jakarta, beberapa saat lalu.

Menurut data Ditjen Hortikultura untuk cabai merah keriting di tingkat petani pada 31 Oktober, harga tertinggi terjadi di Agam Rp30 ribu/kilo dan terendah di Maros Rp9 ribu/kilo. Sedangkan Jakarta Rp20 ribu/kilo. Sementara harga cabai rawit merah terendah di Jeneponto dan Lombok Timur Rp7 ribu/kilo, tertinggi di Kepulauan Yapen Rp55 ribu/kilo, dan Jakarta Rp13 ribu/kilo.

Lalu, harga tertinggi cabai rawit hijau di Simalungun dan Tapanuli Selatan Rp25 ribu/kilo, terendah Ciamis Rp9 ribu/kilo, dan Jakarta Rp11 ribu/kilo. Kemudian, harga cabai rawit merah besar terendah di Maros Rp8 ribu/kilo, tertinggi Simalungun Rp33 ribu, dan Jakarta Rp17 ribu/kilo.

Selanjutnya, harga terendah cabai merah besar di tingkat petani terjadi di Jeneponto Rp4.500/kilo, tertinggi di Kupang Rp40 ribu/kilo, dan Jakarta Rp17 ribu/kilo. Adapun harga bawang merah Rp19 ribu/kilo. "Jadi, tidak ada gejolak. Pasokan dari daerah juga aman," jelasnya.

Spudnik menambahkan, Kementan selalu berupaya menjaga stabilitas harga dan stok pangan, demi mempertahankan daya beli masyarakat. Beragam cara dilakukan untuk mewujudkan target tersebut, tanpa mengabaikan kesejahteraan petani.

Misalnya, mendorong petani tak melakukan tanam cabai dan bawang merah pada satu waktu bersamaan, menciptakan sentra-sentra produksi baru, membangun infrastruktur, memberikan bantuan berupa pupuk dan benih hingga alat dan mesin pertanian (alsintan). serta sarana prasarana (sapras) pendukung.

"Kami juga mendorong lahirnya champion (petani berprestasi) untuk membantu merealisasikan kegiatan-kegiatan pemerintah di lapangan," ungkap peraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya Malang ini.

Kementan, sambung Spudnik, juga mendorong hilirasi pertanian di desa-desa melalui mekanisasi. Sehingga, petani mendapatkan langsung nilai tambah (add value) dari hasil panennya yang telah diolah. "Kami juga memfasilitasi pelaku industri dengan petani, agar hasil panen dapat langsung terserap dan terjual dengan harga layak, tidak merugikan petani," pungkasnya.

Tidak ada komentar